Aku hanyalah daun biasa. Aku sama seperti daun-daun lainnya. Aku adalah daun dari pohon ini. Pohon linden yang indah ini. Aku berada di hujung ranting yang sangat rapuh, tetapi itu bukan masalah bagiku. Di sini aku bebas memandang awan yang menari di atas ku, juga bebas menonton tarian rumput di bawahku. Ini adalah tempat yang sangat sempurna. Ini adalah tempatku.
Aku tidaklah luar biasa. Aku juga seperti daun-daun lainnya yang turut menghuni pohon ini. Tetapi, hanya aku satu-satunya daun di pohon ini yang menikmati kehidupan singkatku. Tetap bergembira walaupun pada bila-bila masa aku boleh diragut daripada mengecapi kebahagiaanku di sini.
Daun-daun di sekitarku terus menerus memikirkan bila angin kencang akan bertiup dan menyingkirkan mereka dari pohon yang sangat nyaman ini. Mereka semua takut hal itu akan terjadi. Tetapi aku, aku tak peduli bila hidupku akan berakhir, kerana bagiku hidup daun tidak hanya sewaktu ia masih berada di pohon.
Suatu hari seseorang duduk di bawah pohon ini. Ia mengulurkan tangannya ke arahku dan memetikku lalu ia berkata :
“Maafkan aku daun, kerana aku telah merenggutmu dari pohon yang sangat kau cintai ini,” dan ia pergi meninggalkanku terbaring di atas tanah di sekitar rumput-rumput ini.
Aku tidaklah luar biasa. Aku juga seperti daun-daun lainnya yang turut menghuni pohon ini. Tetapi, hanya aku satu-satunya daun di pohon ini yang menikmati kehidupan singkatku. Tetap bergembira walaupun pada bila-bila masa aku boleh diragut daripada mengecapi kebahagiaanku di sini.
Daun-daun di sekitarku terus menerus memikirkan bila angin kencang akan bertiup dan menyingkirkan mereka dari pohon yang sangat nyaman ini. Mereka semua takut hal itu akan terjadi. Tetapi aku, aku tak peduli bila hidupku akan berakhir, kerana bagiku hidup daun tidak hanya sewaktu ia masih berada di pohon.
Suatu hari seseorang duduk di bawah pohon ini. Ia mengulurkan tangannya ke arahku dan memetikku lalu ia berkata :
“Maafkan aku daun, kerana aku telah merenggutmu dari pohon yang sangat kau cintai ini,” dan ia pergi meninggalkanku terbaring di atas tanah di sekitar rumput-rumput ini.
Aku tidak peduli, ia mengatakan aku mencintai pohon? Tidak juga, selama ini aku memang selalu bersama pohon, aku memang menyayangi pohon tetapi kehilangannya tidak begitu mempengaruhiku. Dari sini aku tetap boleh melihat pohon.
Tidak lama kemudian angin bertiup dan mengajakku menari-nari bersama rumput. Rasanya sangat menyenangkan, lalu rumput berkata, “Menyenangkan bukan? Angin memang selalu menyenangkan, kami selalu menunggu kedatangannya. Kau pasti akan mencintainya.”
Saat angin berhenti bertiup, aku merenungkan kata-kata rumput itu. Kurasa tidak. Aku memang menyukai angin yang sangat menyenangkan itu tapi aku sama sekali tidak mencintainya.
Angin telah membawaku ke padang rumput yang sangat luas. Dari sini aku boleh memandang awan yang sangat tinggi di atas sana.
Berhari-hari aku berada di sini. Mungkin kehidupanku akan segera berakhir. Tetapi tidak ada masalah, aku sangat menikmati hidupku yang sangat singkat ini. Kini aku hampir hancur dan akan segera menyatu bersama tanah. Cacing yang berada berhampiranku berkata :
“Kau pasti sangat mencintai tanah. Kau rela meninggalkan pohon yang memberikanmu kehidupan dan berpisah dengan angin yang memberimu kebahagian untuk menyatu dengan tanah.”
Aku kembali merenungkan kata-kata cacing itu. Tidak, aku menyatu bersama tanah bukan kerana aku mencintai tanah.
Aku meninggalkan pohon yang memberikanku kehidupan. Aku meninggalkan angin yang memberikanku kebahagiaan. Dan kini aku bersama tanah. Tanah yang memberikan kehidupan bagi pohon.
Dari sini aku dan tanah dapat memandang awan yang sangat indah. Lalu aku memikirkan mengapa aku berada di sini? Lama aku mencari jawapannya tetapi tidak pernah kutemukan alasan yang tepat.
Satu-satunya alasan aku berada di sini adalah untuk memandangi awan. Awan terasa begitu dekat dari sini, tetapi tetap terlalu jauh untuk ku gapai. Apakah aku berada di sini hanya untuk memandang awan yang tak mungkin kugapai?
Itu alasan yang mampu kufikirkan di saat ini.. Tetapi aku tidak mampu memikirkan lebih jauh daripada itu.. kerana aku hanyalah sehelai daun yang dijadikan oleh Penciptaku.. Aku tidak diberi akal untuk berfikir.. Tetapi Penciptaku tidak pernah menjadikan aku sesuatu yang sia-sia..
Apa yang aku perlu lakukan.. sentiasa bersyukur dengan apa yang telah ditetapkan oleh-Nya di sepanjang kehidupanku.. Aku yakin dengan perancangan-Nya.. Aku teramat yakin.. sebab itu aku sentiasa bahagia dan menikmati saat-saat kehidupanku..
Moral : Hidup ini bukan sia-sia.. Setiap apa yang kita lalui.. merupakan yang terbaik untuk kita.. Fikirkan kebaikan.. jangan rumitkan fikiran dengan sifat ketakutan.. Selagi kita tidak melalui sesuatu keadaan.. kita tidak pernah tahu keadaan itu sesuai untuk kita atau tidak.. membahagiakan untuk kita atau tidak..
Allah tidak menjadikan sesuatu itu sia-sia.. Daun.. sewaktu kecil..muda remaja.. merekalah yang membekalkan Oksigen kepada kita.. Setelah mati menghuni tanah.. mereka jugalah yang menyuburkan tanah untuk kegunaan kita.. menjadi baja kepada tumbuhan lainnya yang tidak lain tidak bukan.. juga untuk kemudahan kita selaku manusia..
Tidak lama kemudian angin bertiup dan mengajakku menari-nari bersama rumput. Rasanya sangat menyenangkan, lalu rumput berkata, “Menyenangkan bukan? Angin memang selalu menyenangkan, kami selalu menunggu kedatangannya. Kau pasti akan mencintainya.”
Saat angin berhenti bertiup, aku merenungkan kata-kata rumput itu. Kurasa tidak. Aku memang menyukai angin yang sangat menyenangkan itu tapi aku sama sekali tidak mencintainya.
Angin telah membawaku ke padang rumput yang sangat luas. Dari sini aku boleh memandang awan yang sangat tinggi di atas sana.
Berhari-hari aku berada di sini. Mungkin kehidupanku akan segera berakhir. Tetapi tidak ada masalah, aku sangat menikmati hidupku yang sangat singkat ini. Kini aku hampir hancur dan akan segera menyatu bersama tanah. Cacing yang berada berhampiranku berkata :
“Kau pasti sangat mencintai tanah. Kau rela meninggalkan pohon yang memberikanmu kehidupan dan berpisah dengan angin yang memberimu kebahagian untuk menyatu dengan tanah.”
Aku kembali merenungkan kata-kata cacing itu. Tidak, aku menyatu bersama tanah bukan kerana aku mencintai tanah.
Aku meninggalkan pohon yang memberikanku kehidupan. Aku meninggalkan angin yang memberikanku kebahagiaan. Dan kini aku bersama tanah. Tanah yang memberikan kehidupan bagi pohon.
Dari sini aku dan tanah dapat memandang awan yang sangat indah. Lalu aku memikirkan mengapa aku berada di sini? Lama aku mencari jawapannya tetapi tidak pernah kutemukan alasan yang tepat.
Satu-satunya alasan aku berada di sini adalah untuk memandangi awan. Awan terasa begitu dekat dari sini, tetapi tetap terlalu jauh untuk ku gapai. Apakah aku berada di sini hanya untuk memandang awan yang tak mungkin kugapai?
Itu alasan yang mampu kufikirkan di saat ini.. Tetapi aku tidak mampu memikirkan lebih jauh daripada itu.. kerana aku hanyalah sehelai daun yang dijadikan oleh Penciptaku.. Aku tidak diberi akal untuk berfikir.. Tetapi Penciptaku tidak pernah menjadikan aku sesuatu yang sia-sia..
Apa yang aku perlu lakukan.. sentiasa bersyukur dengan apa yang telah ditetapkan oleh-Nya di sepanjang kehidupanku.. Aku yakin dengan perancangan-Nya.. Aku teramat yakin.. sebab itu aku sentiasa bahagia dan menikmati saat-saat kehidupanku..
Moral : Hidup ini bukan sia-sia.. Setiap apa yang kita lalui.. merupakan yang terbaik untuk kita.. Fikirkan kebaikan.. jangan rumitkan fikiran dengan sifat ketakutan.. Selagi kita tidak melalui sesuatu keadaan.. kita tidak pernah tahu keadaan itu sesuai untuk kita atau tidak.. membahagiakan untuk kita atau tidak..
Allah tidak menjadikan sesuatu itu sia-sia.. Daun.. sewaktu kecil..muda remaja.. merekalah yang membekalkan Oksigen kepada kita.. Setelah mati menghuni tanah.. mereka jugalah yang menyuburkan tanah untuk kegunaan kita.. menjadi baja kepada tumbuhan lainnya yang tidak lain tidak bukan.. juga untuk kemudahan kita selaku manusia..
No comments:
Post a Comment